OBSERVASI
DAN PENELITIAN PELAKSANAAN PEMILU DI INDONESIA
MATA
KULIAH SOFTSKILL PENDIDIKAN KEWARNEGARAAN
Disusun
oleh :
RICKY
ALIAZAR
(36112282)
UNIVERSITAS
GUNADARMA
2014
KATA
PENGANTAR
Puji
syukur saya panjatkan kepada tuhan yang maha esa yang senantiasa memberi
karunia dan rahmatnya setiap hari.
Sehingga dapat tersusunnya laporan penelitian dan observasi pemilu 9 april 2014
sampai terselesaikan. Laporan ini disusun sebagai tugas pertama dari mata
kuliah softskill pendidikan kewarnegaraan dengan kegiatan observasi di TPS 010
Jalan Penggalang VI , kelurahan palmeriam, kecamatan matraman, Jakarta timur.
Dalam
hal ini , saya menyadari penyusunan laporan ini tidak dapat terselesaikan
dengan baik, oleh karena itu saran dan kritik sangat diharapkan agar saya dapat
menyelesaikan laporan kedepannya dengan sangat baik. Dan semoga laporan ini
dapat berguna bagi pembacanya.
Jakarta,
20 mei 2014
Ricky
aliazar
BAB
I
PENDAHULUAN
1.1
Latar Belakang
Indonesia
adalah Negara demokrasi , dimana pemerintahan itu berasal dari rakyat , oleh
rakyat dan untuk rakyat. Pelaksanaan pemerintahan oleh rakyat ini merupakan
bentuk konkrit demokrasi yang artinya akan terjadi persaingan
partai politik atau suatu usaha meyakinkan rakyat oleh para calon pemimpin
politik agar memilih mereka untuk menduduki jabatan dalam pemerintahan, baik
legislatif atau eksekutif di daerah maupun kota. Dalam menjalani kegiatan
demokrasi yang procedural maka diadakanlah kegiatan pemilihan umum atau yang
biasa disebut pemilu untuk memilih calon calon pemimpin Negara yang baik dan
sesuai dengan pilihan rakyat masing masing.
Pemilu
digunakan rakyat untuk memilih calon
pemimpin yang baik dan jujur dan sekaligus wadah suara rakyat . namun pada
pelaksanaannya seringkali rakyat dibingungkan untuk menentukan pilihannya ,
dikarenakan pelanggaran yang dilakukan calon legislative dengan memberikan
suapan atau janji janji belaka kepada rakyat. Sehingga menimbulkan kemungkinan
bahwa suara yang dihasilkan pada pemilu bukan benar benar suara rakyat.
Angka golput yang semakin tinggi dan tingkat antusiame rakyat pada pemilu
yang terkesan acuh tak acuh menimbulkan
berbagai macam pertanyaan.
Pemilu (Pemilihan Umum) sering disebut sebagai pesta
Demokrasi yang
dilakukan
sebuah Negara. Dalam sebuah Negara yang menganut paham
Demokrasi,
Pemilu menjadi kunci terciptanya demokrasi.
Sistem
demokrasi ini dikenal dengan nama Pemilihan Umum (Pemilu).
Pemilu di Indonesia dilakukan dengan rentang waktu 5
tahun sekali dan di
selenggarakan
oleh suatu komisi independent, di kenal dengan nama Komisi
Pemilihan
Umum (KPU) sebagai mana tercantum dalam pasal 15 (ayat 1) Undang
Undang
Republik Indonesia Nomor 12 tahun 2003 tentang pemilihan umum yang
menjelaskan
bahwa “ Pemilu di selenggarakan oleh Komisi Pemilihan Umum
yang
bersifat nasional, tetap dan mandiri’.
Secara politis pemilih pemula memang lebih sedikit
di bandingkan dengan
pemilih
yang lain dan tidak dapat mempengaruhi hasil perolehan akhir suara,
tetapi
tidak bisa dipungkiri bahwa partai politik juga memerlukan suara mereka
untuk
menanbah perolehan suara yang telah ada,
Berdasarkan
paparan pada latar belakang di atas, maka ditemukan beberapa
gejala
permasalahan diantaranya :
1. Masih kurang pahamnya pemilih pemula akan proses
pelaksanaan Pemilu
2014.
2. Pemilih pemula mudah di pengaruhi oleh
kepentingan-kepentingan tertentu,
terutama
oleh orang terdekat.
3. Masih kurangnya minat pemilih pemula untuk
mengikuti penjelasan
penjelasan
yang diberikan oleh Komisi Pemilihan Umum.
4. Adanya kecenderungana asumsi pada pemilih pemula
bahwasannya politik
adalah
merupakan konsumsi orang dewasa yang belum bisa dicerna oleh
pemikiran
serta tindakan pemilih pemula
1.2
Rumusan Masalah
1.
Bagaimana jalannya pemilu dimasyarakat
Indonesia sekarang?
2. Bagaimana Tanggapan masyrakat mengenai pemilu
terutama TPS 010 RT 013 ,RW 003, Kelurahan Palmeriam, Kecamatan Matraman,
Jakarta Timur?
1.2
Tujuan Penelitian
1.
Mengetahui keadaan dan pelaksanaan
pemilu di Indonesia, terutama di TPS 010 RT 013 RW 003 , Kelurahan Palmeriam ,
Kecamatan Matraman, Jakarta Timur.
2.
Memahami tanggapan masyarakat mengenai pemilu?
1.3 Metode Penelitian
Untuk
menunjang data dan inforamasi yang diperlukan kami menggunakan metode wawancara
dan studi pustaka. Adapun teknika yang dipergunakan dalam penelitian ini
adalah:
a.
Wawancara
Pada teknik ini kami melakukan penelitian denangan cara mewawancarai orang yang benar-benar mengetahui tentang arti pemilu seperti panitia pemilu di TPS( tempat pemungutan suara ) yang kami amati.
Pada teknik ini kami melakukan penelitian denangan cara mewawancarai orang yang benar-benar mengetahui tentang arti pemilu seperti panitia pemilu di TPS( tempat pemungutan suara ) yang kami amati.
b.
Studi Pustaka
pada metode ini, kami membaca berbagai laporan penelitian yang berhubungan dengan objek penelitian, membuka internet dan literature lainnya yang berhubungan dengan penulisan laporan.
pada metode ini, kami membaca berbagai laporan penelitian yang berhubungan dengan objek penelitian, membuka internet dan literature lainnya yang berhubungan dengan penulisan laporan.
BAB II
HASIL
PENGAMATAN DAN PEMBAHASAN
Melalui
proses pengamatan dan pembauran secara langsung dalam kegiatan pesta demokrasi
9 April 2014 di Jalan Penggalang VI, RT 013, RW 003,Kecamatan Matraman , Kelurahan
Palmeriam , Jakarta Timur. penulis dalam hal ini menemukan data sebagai berikut
:
1. Tanggal Pelaksanaan : 9 april 2014
2. TPS untuk Kelurahan Palmeriam ini
tercatat sekitar 10 TPS. Dalam kurun waktu 2 tahun terakhir, TPS ini ditempatkan
dipinggir kali Penggalang VI
bersebelahan dengan Pos RW 003 dan beberapa warung makan dan warung
sembako, sekaligus bersebrangan dengan TPS dari RW lain. Ini diputuskan atas
mufakat bersama dengan mempertimbangkan letak tidak jauh dari tempat tinggal
para peserta demokrasi yaitu terletak
ditengah perbatasan RT 012 dengan RT 013 dan dekat dengan jalan raya. Sehingga
memudahkan proses persiapan dan waktu pemilihan.
3. Para masyarakat sebagian besar menggunakan hak pilihnya pada
waktu pagi hari yaitu sekitar pukul 09.00 – 11.00 WIB. Mereka memiliki waktu
luang siang hari dan sebagian waktu siang
sampai sore mereka gunakan untuk melihat hasil perhitungan.
4. Tercatat Sebanyak 432 DPT (Daftar
Pemilih Tetap) , dengan banyak pemilih laki laki berjumlah 202 dan wanita
sebanyak 230 orang.
5. Di TPS 010 ini , tercatat 149 DPT
dengan status belum menikah , 265 DPT sudah menikah , dan 18 DPT pernah
menikah.
6. Daftar Hadir Pemilih Laki Laki
dengan jumlah 122 orang , dan 156 Daftar Hadir Pemilih Perempuan .
7. DPT Tambahan dari TPS lain tercatat
sekitar 9 orang yang bukan merupakan warga dari Jakarta dan 15 orang yang tidak
terdaftar di DPT.
8. Di TPS 010 ini juga terdapat masyarakat atau penduduk
yang merantau, mulai dari mahasiswa yang kuliah diluar kota hingga mereka yang
bekerja di luar kota yang tidak dapat setiap waktu kembali kerumah. Sebagian
besar dari mereka ada yang menyempatkan diri untuk pulang kekampung halaman
demi untuk menggunakan hak suaranya, selain itu ada juga mereka yang pulang
untuk mengurus formulir A5 guna melakukan hak pilihnya di tempat lain, hal ini
sebagian besar dilakukan oleh mahasiswa yang kuliah di luar kota.
9. Tercatat Jumlah suara Tidak Sah 3
orang di DPR, 8 orang di DPD dan 9 orang di DPRD PROVINSI
10. Adanya anggota golput ( golongan
putih ) dan Money Politic yang mencoreng citra pesta demokrasi di TPS 010.
Ini terindikasi dari tutur bicara masyarakat sendiri secara langsung yang
justru berbincang dengan terang terangan mengenai kedua hal ini.
11. Mereka yang tidak golput dan
menggunakan hak pilihnya justru terang-terangan bercerita tentang pilihan
wakil rakyatnya, yang seharusnya itu menjadi rahasia dan hanya diri mereka yang
tau.
Dengan data di atas kita sebagai warga negara indonesia
telah mengetahui bagaimana realita tentang pemilu di kota, yaitu di Penggalang,
Kelurahan Palmeriam. Mungkin tidak jauh berbeda dengan kegiatan pemilu yang diselenggarakan
didaerah perdesaan. Tapi dengan melihat apa yang terjadi di dalam
kegiatan pesta demokrasi ini tetap mencerminkan bagaimana pelaksanaan pemilu di
masyarakat itu sendiri. Kegiatan pemilu di TPS 010 juga dipersiapkan oleh
panitia KPU secara matang matang, mulai dari tempat hingga bagaimana proses
pemilihan akan berlangsung. Hal ini juga memberi kesan positif bagaimana
tanggapan masyarakat dan antusiasme masyarakat penegak dalam memberikan
suaranya ini dalam menanggapi pemilu.
Sebagai warga negara yang baik dan memikirkan tentang kemajuan
bangsa memang kita harus menggunakan hak pilih kita sebagai bentuk kedaulatan
rakyat dan pembangunan pemerintah yang lebih baik, apapun itu alasannya
termasuk tinggal di luar kota atau luar wilayah pemilihannya. Dalam masalah ini
KPU telah mempermudah cara untuk pindah tempat memilih / TPS. Kita hanya perlu
mengurus formulir A5-KPU di KPU kabupaten/kota tujuan tempatnya pindah yang
kemudian Panitia Pemungut Suara (PPS) akan menerbitkan formulir C6 atau
undangan memilih kepada pemilih pindah untuk dibawa ke TPS pada hari
pemungutan suara, 9 April 2014.
Fenomena golput semakin menipis. Golongan Putih atau lebih
dikenal dengan golput merupakan sebuah fenomena yang selalu mengiringi pesta
demokrasi pemilu raya di Indonesia. Setiap diadakannya pemilu pasti ada saja
masyarakat yang tak menggunakan hak pilihnya atau sering disebut sebagai golput.
Padahal semua pandangan menyebutkan bahwa golput itu harus dihindari demi
terciptanya demokrasi yang stabil dan
berkualitas. Adanya fenomena Golput ini seharusnya bisa kita cegah dari awal
dengan melihat berbagai faktor penyebabnya.
Golput ini bisa terjadi karena dua alasan yang umum yakni
karena kesengajaan dan kesalahan teknis pada proses pemilu. Di TPS 010, ada
yang golput karena mereka malas mendatangi TPS dimana mereka terdaftar sebagai DPT. Menurut
mereka kerja lebih jelas hasilnya dari pada menggunakan hak suaranya untuk
memilih orang yang tidak dikenali mereka, hal ini menujukan bahwa ada pandangan
apatis dari masyarakat mengenai pemilu itu sendiri.
Sehingga
menurut penulis ada 3 hal pokok yang membuat masyarakat melakukan golput.
1.Pandangan
Subyektif Terhadap Calon Legsilatif
Sebagian besar masyarakat akan menilai caleg berdasarkan
track record(rekam Jejak) mereka dalam dunia politik, hal inilah yang biasanya
menjadi bias. Masyarakat cenderung menilai para caleg berdasarkan kata hati
mereka baik itu secara penampilan, sosok maupun cara caleg tersebut bekerja.
Padahal belum tentu semua yang mereka lihat terbukti nyata pada kehidupan
yang sebenarnya. Oleh karena itu banyak juga caleg yang tak mereka kenal justru
diacuhkan begitu saja tanpa menilai terlebih dahulu visi dan misi yang dimiliki
oleh tiap-tiap caleg. Jadi intinya masyarakat akan memilih caleg yang menurut
mereka sesuai saja, ketika tidak ada yang sesuai maka mereka akan memutuskan
untuk tidak memilih atau Golput.
2.Kesalahan
Teknis
Tak ada yang sempurna, mungkin inilah gambaran alasan yang
kedua. Pada dasarnya pemilu sudah dirancang sedemikan rupa untuk bisa
dimanfaatkan oleh masyarakat yang memiliki hak pilih untuk menentukan siapa
yang ingin mereka pilih nantinya. Namun terkadang kesalahan masih sering
terjadi pada penetapan Daftar Pemilih Tetap, Kertas suara yang rusak
maupun kecurangan yang lainnya. Dalam beberapa pemilu terakhir hal yang paling
sering terjadi adalah jumlah calon DPT lebih banyak dibandingkan dengan orang
yang memang menjadi DPT itu sendiri. Biasanya hal ini disebabkan karena adanya
dua KTP yang dimiliki oleh kaum urban, yang paling sering terjadi biasanya di
Jakarta dimana setiap orang yang memiliki KTP jakarta pasti akan terdaftar untuk
jadi DPT.
Sementara didaerahnya sendiri mereka juga terdaftar
menjadi DPT sehingga satu orang otomatis
memiliki dua suara. Padahal orang tersebut pasti hanya menggunakan salah
satunya saja sehingga hal ini membuat angka golput semakin tinggi. Untungnya
pada pemilu 2014 ini pemerintah telah melakukan revolusi KTP dengan
diberlakukannya KTP Elektronik yang bertujuan untuk mengantisipasi KTP
dobel tersebut sehingga angka golput bisa dicegah.
3.Sikap
Apatisme Terhadap Pemilu
Sikap apatis atau ketidakpedulian merupakan gejala negatif
yang makin berkembang di masyarakat sekarang. Biasanya sikap apatisme ini
timbul karena kekecewaan terhadap partai politik ataupun tokoh politik yang ada
sekarang ini. Hal ini mendorong masyarakat untuk acuh terhadap pemilu raya
sehingga angka golput menjadi tinggi. Dalam berbagai survei yang telah
dilakukan, sebagian besar sikap apatisme ini timbul biasanya pada kalangan
pemuda. Mereka biasanya tak mau ambil pusing terhadap sistem politik
maupun demokrasi yang sedang dibangun di Indonesia. Apalagi para pemuda
juga memiliki sensifitas yang sangat tinggi terhadap setiap peristiwa
yang terjadi di dunia politik indonesia. Dan keadaan politik yang semakin carut
marut serta kasus korupsi dimana-mana, tentu akan membuat para pemuda semakin
benci dengan perpolitikan tanah air sehingga menimbulkan sikap apatisme yang
tentunya akan meningkatkan angka golput. Sebenarnya ini semua bisa dicegah
dengan adanya sosialisasi di sekolah atau kampus-kampus diseluruh indonesia. Isinya
bisa berupa seminar maupun kampanye anti golput, karena suara pemuda merupakan
satu dari yang terbesar melebihi angka 40% dari total DPT nasional.
Tiga penyebab golput tersebut seharusnya bisa segera kita
evaluasi dan menjadi cerminan nyata untuk demokrasi di negeri ini. Bagaimanapun
juga Indonesia membutuhkan suara semua rakyatnya untuk membuat negeri ini
menjadi lebih baik. Perubahan kearah positif bisa diwujudkan hanya dengan
dukungan masyarakat yang tinggi. Dan tingginya angka golput tersebut
menunjukkan bahwa masyarakat kurang antusias dalam membuat negeri ini menjadi
lebih baik.
Selain Golput, diTPS 010 juga terindikasi adanya money
politik, ini terbukti dari uraian salah satu masyarakat TPS 010 yang merupakan
teman penulis sendiri. mereka mengaku mendapat uang yang menurut mereka bernama
Uang sumbangan dari kader kader caleg, yang kemudian mereka disuruh untuk
menggunakan hak suaranya untuk memilih caleg yang memberikan uang tersebut.
Politik uang atau money politik adalah suatu bentuk
pemberian atau janji menyuap seseorang baik supaya orang itu tidak menjalankan
haknya untuk memilih maupun supaya ia menjalankan haknya dengan cara tertentu
pada saat pemilihan umum. Pembelian bisa dilakukan menggunakan uang atau
barang. Politik uang adalah sebuah bentuk pelanggaran kampanye. Politik
uang umumnya dilakukan simpatisan, kader atau bahkan pengurus partai
politik menjelang hari H pemilihan umum. Praktik politik uang dilakukan dengan
cara pemberian berbentuk uang, sembako antara lain beras, minyak dan gula
kepada masyarakat dengan tujuan untuk menarik simpati masyarakat agar mereka
memberikan suaranya untuk partai yang bersangkutan. Dalam hal ini penulis
berpendapat bahwa tingkat kesejahteraan masyarakat dan kemiskinan membuat
politik uang semakin menjadi. Tingkat kesejahteraan di masyarakat pedesaan
itu biasanya rendah, sehingga politik uang ini marak terjadi di daerah ini.
Meningkatkan kesadaran masyarakat merupakan indikator
penting untuk memudarkan berkembangnya praktek money politic, karena
sebagian besar masyarakat hanya memikirkan keuntungan sendiri tanpa
menyadari efek yang timbul di masa depan. Praktek money politic dapat
menghancurkan masa depan negara ini karena praktek money politic ini akan cukup
menguras keuangan suatu partai atau perorangan yang mencalonkan diri pada
pemilu sehingga setelah terpilih di pemilu akan memicu niat untuk tindak
korupsi. Dengan melihat ini, penulis juga berpendapat bahwa masyarakat pada
umumnya terutama masyarakat pedesaan masih kurang mengerti tentang artinya
demokrasi dan kedaulatan rakyat. Mereka cenderung lebih memikirkan diri sendiri
dari pada kepentingan nasional. Ini terbukti dengan banyaknya masyarakat yang
menerima politik uang dan melakukan perintahnya. Masyarakat juga kurang paham
tentang kaidah pemilu itu sendiri. Pemilu adalah untuk mencari pemimpin bangsa
yang lebih baik dan melaksanakan kedaulatan raakyat.
Namun pada praktiknya
sebagian besar masyarakat tak acuh dengan
arti
pemilu itu sendiri. Asas pemilu adalah “Luber Jurdil” yaitu, Langsung, Umum,
Bebas, Rahasia, Jujur dan Adil “ . Namun pada asas Bebas ini tidak dicerminkan
sama sekali. Mereka memilih caleg yang bukan merupakan pilihan mereka sendiri,
namun dari kemauan orang lain yang mengaturnya. Tentu unsur bebas disini
hilang. Asas rahasia juga tidak berjalan dengan semestinya, ini mungkin kurang
sadar nya masyarakat itu sendiri, yang seharunya pilihan wakilnya menjadi
rahasia nya sendiri justru diceritakan bersama.
FOTO
:
DPT(Daftar
Pemilih Tetap)
BAB
III
PEMETAAN
POLITIK
metodelogi
yang digunakan oleh kandidat legislator, baik pada aspek internal atau yang
dikenal dengan tim pemenangan kandidat, serta pada aspek eksternal, yaitu tim
sukses yang dibentuk oleh partai politik. Pilihan strategi yang tepat akan
menjadi sangat penting, agar proses pemenangan bisa efektif dan efisien (secara
politik dan ekonomi).
Disinilah
penting bagi kandidat dan elemen pendukungan mendesain dan menyusun rencana
strategi pemenangan kontestasi pemilihan anggota legislatif. Pemilihan strategi
tentu ditujukan untuk dua hal yaitu pertama, untuk mengetahui peluang
prosentase kemenangan sebelum penyelenggaraan pemilu legislatif dilaksanakan. Kedua,
untuk mengetahui siapa sesungguhnya lawan politik yang kuat, dan ketiga,
untuk mengetahui berapa resource finansial yang harus dipersiapkan.
Ketiga
tujuan tersebut tentu masih mejadi informasi awal menuju hasil akhir, yaitu
memenangkan pilkada (kemenangan). Oleh sebab itu pengetahuan dan
pemahaman yang mendasar soal berbagai strategi dan cara untuk melewati seluruh
proses dan tahapan pilkada merupakan hal yang tidak bisa di tawar lagi.
Setelah para kandidat dinyatakan lulus
verifikasi KPU, dan mendapatkan bukti yang syah (SK KPU), maka langkah
selanjutnya adalah mempersiapkan sistem dan metodelogi kerja kontestasi yang
baik, yaitu sistem dan metodelogi kerja manejerial.
Berdasarkan pengalaman, penulis memulai daeri pendekatan sistem GIS, (geografi
informasi sistym). tujuannya adalah untuk memberikan data-data untuk membantu
pengambilan keputusan politik dalam strategi pemenangan calon. Sistem ini
antara lain berisi :
- Pemetaan wilayah
- Pemetaan jumlah pemilih berdasar DPT
- Pemetaan tokoh dan Organisasi / Lembaga
- Pemetaan kekuatan partai politik berdasar pemilu legislatif keterwakilan di DPRD)
- Pemetaan kekuatan kompetitor
2. Pendataan dan
penempatan Tim Sukses
3.
Pendataan dan distribusi atribut/peraga kampanye
4.
Pendataan target dukungan/suara per level (TPS, desa, kecamatan, dapil,
kabupaten)
5.
Pendataan tahapan kampanye dan rencana kerja
6.
Simulasi perolehan suara dari setiap kegiatan kampanye yang dilaksanakan
7.
Verifikasi Daftar Pemilih Tetap (DPT) dengan menggunakan software khusus DPT
8.
SMS Centre, yang menyediakan fasilitas :
- Penerimaan data laporan kejadian/berita dari Tim Sukses
- Penyebaran (broadcast 1 pesan ke banyak tujuan) SMS ke :Pemilih, Simpul Tim Tingkat Dapil, Simpul Tim Tingkat Kecamatan, Simpul Tim Tingkat Desa/Kelurahan, Seluruh Tim Sukses, Penerimaan laporan perolehan suara sementara (sesuai lokasi tim sukses)
9. Quick – Real Count perhitungan perolehan suara
- Perhitungan cepat (Quick Count) perolehan suara dari sampling TPS yang ditentukan
- Laporan detail perolehan
- Laporan rekapitulasi perolehan suara dari waktu ke waktu
Pemetaan
politik yang terjadi di TPS 010 di pegang oleh 2 partai meski lebih mencondong
ke partai demokrat, Namun partai PAN tak kalah mendapat banyak dukungan. Ini
terjadi karena 4 caleg sebelum pemilihan mengadakan pertemuan setidaknya 3
CALEG dari Partai PAN dan mengundang lapisan masyarakat di daerah tersebut,
seperti tokoh masyarakat , ketua RT dan RW. Disinilah terjadinya Money Politik
Caleg dari PAN membagikan uang sebesar 100 rb per orang.
Sedangkan,
Dipartai Demokrat mengadakan pertemuan hanya sekali dan membagikan sembako dan juga tak kalah
melakukan money politic , membagikan uang 50rb orang di POS RW tempat
diadakannya pertemuan.
Namun
pada hari H nya , PAN gagal meraih suara terbanyak, dengan Demokrat nomor 1
dengan suara terbanyak, PAN nomor 2 , disusul Golkar nomor 3.
BAB
IV
PENUTUP
Simpulan
Dari uraian di atas dapat disimpulkan bahwa pesta demokrasi
atau pemilu belum berjalan sesuai dengan kaidahnya. Masyarakat secara
umum belum menyadari apa itu Pemilu di suatu negara demokrasi. Masih banyak
masyarakat yang memiliki ego tinggi tanpa memahami kedaulatan rakyat yang
melibatkannya dalam membentuk pemerintahan di negara ini. Hal ini mungkin
disebabkan kurangnya pendidikan politik didalam masyarakat. Masih banyak
masyarakat yang apatis terhadap pemilu raya ini, masih banyak masyarakat yang
menjadi golongan putih, dan masih banyak juga masyarakat yang menerima politik
uang, sehingga sangat diperlukan pendidikan politik bagi masyarakat guna
menyadari dan menjadikan Indonesia menjadi negara Demokrasi yang murni.
Saran
Pemerintah atau partai politik seharusnya menggunakan dana
kampanye untuk tidak hanya membuat acara hiburan semata untuk masyarakat.
Seharusnya pemerintah atau partai politik lebih menekankan ke pendidikan
politik ke masyarakat yang masih sangat kurang demi menunjang masyarakat yang
cerdas akan politik dan tidak mudah untuk dimanfaatkan golongan tertentu.
DAFTAR
PUSTAKA
http://wartakota.tribunnews.com/2013/07/17/ada-16.916-tps-di-jakarta-pada-pemilu-2014
0 komentar:
Posting Komentar